Labbaika
Allohumma Labbaik…
Entah
untuk keberapa kalinya mimpi itu datang…Betapa indah mimpi tadi, semua serasa
nyata. Mimpi yang menjadi impian semua Umat Islam di dunia, yakni untuk
menunaikan Rukun Islam ke-5. Yaa Rabb,,,kapan aku bisa kesana..lamunanku
terhenti dengan suara adzan Shubuh.. Oh, ternyata sudah pagi saja. Aku harus
bergegas,karena hari ini aku dan suamiku harus kembali beraktivitas seperti
biasa.
Setelah mimpi yang berulang-ulang itu,
keinginanku untuk pergi ke Baitullah semakin memuncak. Tetapi aku sadar dengan
gaji pegawai biasa seperti kami memang butuh waktu lumayan lama untuk
mengumpulkan bekal pergi kesana. Padahal ini adalah cita-cita aku dan suami sesudah
menikah. Usia pernikahan kami yang ke-9 kami ingin pergi ke tanah suci. Namun
uang tabungan itu seolah-olah susah terkumpul karena selalu ada saja keperluan
yang mendesak dan membutuh dana cukup banyak.
*
Seperti saat Bapak tiba-tiba harus
masuk ICU karena penyakit jantungnya ditambah maag kronis. Tubuh Bapak mulai
lemah. Melihatnya menahan sakit, rasanya kami tidak kuat. Sejak saat itu Bapak
harus berobat terus-terus. Usia yang menjadikan Bapak sekarang sudah tidak
punya penghasilan. Tenaganya memang tidak sekuat waktu masih muda. Untuk biaya
hidup sehari-hari pun hanya mengandalkan pemberian anak-anaknya. Dengan
kondisinya seperti itu tidak mungkin membiarkan dia bekerja lagi.Biarlah Bapak
menikmati masa tuanya, mungkin kini giliran kami untuk berbakti kepada orang
tua.
Sebagai
anak, tidak mungkin aku membiarkan Bapak harus menahan sakitnya. Alhamdulillah
suami selalu mengikhlaskan apabila Bapak butuh biaya untuk berobat. Biarlah
tabungan untuk impian kami itu harus berkurang, karena apalah artinya yang kami
punya kalau orang tua kami tidak ikut menyaksikan dan menikmati.Untuk biaya
Rumah Sakit dan perawatan Bapakku memang memerlukan biaya tidak sedikit,
tabungan kami bahkan tabungan untuk pendidikan anak-anak pun terpakai.
Bagi
kami saat itu bagaimana supaya Bapak bisa bertahan hidup, karena bagaimana pun
kita bisa seperti ini tidak lepas dari do’a dan kerja keras orang tua. Apalagi
untukku hanya Bapak, orang tuaku yang masih hidup karena Ibu sudah lama
meninggal saat aku masih kecil. Penyesalan belum bisa berbakti pada Ibu jangan
sampai terulang kepada Bapak. Biarlah saat ini kesehatan Bapak yang utama
karena rezeki masih bisa dicari membahagikan orang tua buat kami saat ini
segalanya. Aku dan suami selalu berkeyakinan bahwa rezeki itu adalah Hak Allah.
Allah pasti akan menggantinya dengan yang jauh lebih baik dari arah yang tidak
disangka-sangka.
**
Melepas
lelas setelah seharian bekerja biasa kami lakukan senja hari. Obrolan kami saat
itu adalah rencana cuti suami. “Jadi Abah sudah mengajukan surat cuti?”tanyaku
membuka obrolan. “Iya, Mi. Abah entah kenapa ingat terus sama mbok’e di kampung.”jawab
suamiku. “Ya sudah bah, pergi saja. Tapi maaf ummi sama anak-anak kali ini
tidak bisa ikut. Abah tahu kan kita udah mulai masuk semester lagi.”aku pun melanjutkan
pembicaraan. “Padahal ummi sudah kangen banget sama mbok’e, kenapa mboke tidak
tinggal disini saja. Daripada disana mbok’e tinggal berdua dengan kakak Abah”.
Aku benar-benar tulus mengucapkan hal itu, karena aku sudah menganggap mertuaku
itu seperti ibuku sendiri, walaupun kami jarang bertemu tapi aku dan Ibu mertua
cukup dekat.
“Abah
nanti ummi titip sesuatu ya buat mbok’e, dan tolong sampaikan salam juga Ummi!”.
Suamiku keheranan, “Memang apa Mi?”. aku mencoba menatap suamiku lembut, “Tapi ummi
minta maaf sebelumnya kalau ummi lancang. Abah kan tahu disana harta mbok’e
banyak sekali. Tapi ummi akan sedih apabila dari sekian hartanya itu tidak bisa
dia bawa apabila nanti sudah meninggal.”suamiku semakin kelihatan bingung.
“Abah, dalam Islam itu harta yang bisa kita nikmati atau rezeki itu apa yang
kita makan, kita pakai dan yang kita gunakan dijalan-Nya. Bisa berupa
sedekah,zakat,wakaf termasuk ibadah haji. Dan yang terkahir inilah harta yang
akan kita bawa sebagai bekal kita di akhirat.”Aku menjelaskan.
”Iya
sih mbok’e pernah bilang. Mbok tuh dari dulu mau pergi ke tanah suci tapi Bapak
keburu meninggal. Dan sekarang mbok’e sudah tua apa mungkin dia mampu pergi
kesana?”terang suamiku. Ya sudah nanti coba abah bicarakan sama mbok’e disana.”yakin
suamiku.
Aku
dan anak-anak kemudian mengantar suamiku ke stasiun Kereta Api. “Hati-hati ya Bah,
titip salam buat mbok’e dan keluarga disana.” aku pun mencium tangan suamiku.
Sebenarnya berat sekali melihat keberangkatan suamiku, bukan karena aku harus berpisah
sementara dengan suamiku tetapi aku kembali tidak bisa ikut silaturahmi ke
Madiun.
Keesokan
paginya aku menerima pesan dari suamiku, bahwa pesanku telah dia sampaikan.
Ternyata mbok’e antusias sekali, dia sangat ingin pergi ke tanah suci. Chat
kami berlanjut mengingat usia mbok’e yang sudah menginjak usia lebih dari 90 tahun
itu dan tenaga mbok’e yang mungkin sudah
tidak sekuat dulu. Ibadah haji/umroh lebih
kepada ibadah fisik.”Tapi apa mbok’e kuat bah?” tanyaku. “InsyaAllah selama dia
ada yang mendampingi” jawabnya. “Oh ya Alhamdulillah. Jadi bagaimana apa mbok’e
mau menunggu lama.karena untuk haji sekarang harus antri. “Sekali lagi aku
bukan tidak mempercayai Kuasa Allah tetapi jujur aku sangat khawatir dengan
kondisi kesehatan mbok’e sekarang.”Ya nanti abah coba diskusi lagi dengan
mbok’e dan keluarga disini.”terang suamiku.
Akhirnya
setelah kami mempertimbangkan segala hal dan berdiskusi dengan keluarga di
Madiun, kami memutuskan untuk pergi Umroh saja dulu. MasyaAllah, diantara
sekian banyak anaknya yang berjumlah 11 orang, mbok’e memilihku dan suamiku
untuk menemani beliau selama di Tanah Suci. Tentunya biaya keberangkatan berasal
dari Ibu mertuaku . Ternyata mbok’e
sudah mempersiapkan sejak dulu biaya keberangkatan ke sana, hanya saja menunggu
moment dan seseorang yang mau menemani selama di sana. Karena Bapak mertua sudah terlebih dahulu
dipanggil Sang Khalik, jadi mbok’e bingung berangkat ke sana dengan siapa. Sungguh
di luar dugaanku, tanpa disangka-sangka aku bisa pergi beribadah Umroh “gratis”
sekaligus mendampingi mertuaku selama di sana.
***
Kami
segera mengurus keperluan dan mengubungi travel Umroh yang terpercaya.
Alhamdulillah semua terasa dimudahkan oleh Allah. Sampai akhirnya tanggal 19
Januari 2018 kami bertiga berangkat ke sana untuk 10 hari kedepan. Selama di
Tanah Suci kami mendapat banyak sekali hal yang membuat kami lebih bersyukur
dan merasa kecil sebagai makhluk-Nya. Kenikmatan ibadah begitu terasa. Dan yang
membuat aku lebih bersyukur adalah aku mash diberi kesempatan untuk berbakti
kepada orang tua meskipun itu mertuaku sendiri. Walau disana aku dan suamiku
harus bergantian menjaga mbok’e karena memang tenaganya sudah tidak terlalu
kuat. Terutama saat menjalankan rangkaian ibadah Umrah seperti Thawaf dan
Sa’i kami harus bergantian mendorong
kursi roda dan tetap menjaga mbok’e dar desakan orang-orang selama di sana. Namun
aku dan suami merasa semua seperti dipermudah sehingga kami bisa pulang ke
tanah air dalam keadaan sehat wal’afiat.
****
Ternyata
Allah adalah sutradara terbaik untuk hidup kita. Selama kita yakin akan
Kekuasaan-Nya tidak ada hal yang tidak mungkin bagi-Nya. Sepertinya inilah
hikmah yang aku dapatkan saat aku berusaha berbakti kepada orang tuaku, Allah
membalas-Nya melewati Ibu mertuaku. Bagiku baik itu orang tua kandung, maupun
orang tua dari suamiku, mereka adalah sama-sama orang tuaku yang harus selalu
aku jaga dan menghormatinya. Bagiku ini adalah anugerah yang luar biasa, bisa
beribadah sekaligus berbakti kepada Ibu mertuaku tanpa mengeluarkan biaya.
Kisah ini aku bagikan bukanlah untuk pamer/riya, namun mudah-mudahan menjadi
inspirasi dan media dakwah. Karena keikhlasan maupun penyakit hati itu yang
tahu adalah Allah dan orang itu sendiri. Intinya teruslah berbuat baik dan
lakukan segala sesuatu sebaik mungkin, biarlah Allah yang menilai dan
membalas-Nya.Wallahu A’lam Bishowab..
0 komentar:
Posting Komentar