Di
Indonesia sejak diberlakukannya kurikulum dalam satuan pendidikan telah
mengalami 11 kali perkembangan mulai dari Tahun 1945, 1955, 1965, 1975.1985,
1994, 1995, 1997, 2005, 2006 dan 2016
dengan kurikulum 2013-nya. Untuk kurikulum 2016 ini sekolah di Indonesia belum
semua menerapkannya karena bertahap untuk sekolah yang siap tentunya. Kurikulum
yang dipakai saat ini adalah kurikulum 2013 yang telah mengalami revisi dan
penyempurnaan. Mulai Tahun 2016 sekolah di Indonesia ada yang masih menerapkan
dua kurikulum yaitu kurikulum 2006 (KTSP) dan kurikulum 2013.
Menurut
data Kemdikbud, pada Tahun Ajaran 2015/2016 sekolah yang memakai K-13 hanya
sebanyak 6% sisanya 94 % masih menggunakan KTSP. Tahun Ajaran 2016/2017, 75%
sekolah K2006, 19% sekolah K13 (kelas 1, 4, 7 dan 10) serta masih 6% sekolah
yang memakai K13 untuk semua kelas. Tahun ajaran sekarang atau 2017/2018
pemerintah mencanangkan bahwa sudah 35% sekolah dengan K13 (kelas 1, 4, 7 dan
10), 19 % sekolah dengan K-13( kelas 1, 2, 4, 5, 7, 8, 10 dan 11) serta 6%
sekolah menerapkan K-13 untuk semua kelasnya sedangkan sisanya yaitu sebanyak
40% masih menerapkan K2006. Sebenarnya penerapan dua kurikulum di Indonesia
cukup menimbulkan kebingungan terutama dalam pelaksanaan ujian sekolah. Namun
semua perlu disikapi dengan bijak oleh semua warga pendidikan.
Sebenarnya
kurikulum 2013 telah digulirkan sejak tahun 2014, namun karena menimbulkan
polemik dan terkesan dipaksakan, penerapannya hanya bertahan 1 semester saja
terkecuali untuk sekolah yang awalnya berintisan nasional dan internasional.
Mulai 2016, pemerintah mulai menerapkan kembali secara bertahap terutama kelas
awal di setiap jenjang satuan pendidikan. Tema kurikulum 2013 ini merupakan
kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif,
inovatif dan afektif melalui penguatan sikap, ketermapilan dan pengetahuan yang
terintegrasi
Kurikulum
2013 yang diberlakukan sekarang ini telah dilakukan revisi pada Standar Nasional Pendidikan terutama meliputi
Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian dan Standar Kelulusan. Untuk
tahun 2017, kurikulum 2013 telah mengalami kembali revisi terutama pada
keterkaitan antara kompetensi Inti dan kompetensi dasar serta pembuatan
Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran yang harus mengintegrasikan beberapa hal
sebagai berikut: Penguatan Pendidikan Karakter, Literasi yang mengembangkan
keterampilan abad 21 dengan 4C (Creative, Critical
thinking, Communicative, dan Collaborative) dan menyajikan HOTS (Higher
Order Thinking Skills).
Penguatan
pendidikan karakter harus diterapkan dalam pembelajaran. Gerakan pendidikan di
sekolah untuk memperkuat karakter siswa
melalui harmonisasi olah hati (etika),
olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan
pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
Pengembangannya terdiri dari karakter religius, nasionalis, integritas, mandiri
dan gotong royong. Sedangkan sub nilai karakternya seperti ketulusan,
kreatif, daya juang, cinta tanah air,
keadilan, jujur, memiliki etos kerja, saling menghormati, tanggung jawab dan
sebagainya.
Pentingnya PPK itu
mengingat bahwa pembangunan sumber daya manusia sebagai pondasi pembangunan
bangsa selain untuk menyiapkan generasi emas 2045 yang sekarang ini sedang
menghadapi kondisi degradasi moral, etika, dan budi pekerti.. Pendidikan
karakter ini mengajarkan kebiasaan berfikir dan berbuat yang membantu orang
hidup dan bekerja bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat
dan bangsa.
Selain PPK hal
lain yang terintegrasikan dalam K13 ini adalah pembiasaan Gerakan Literasi
Sekolah. Melalui Gerakan Literasi
Sekolah dengan tahapan; pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran, yang diharapkan
dapat menumbuhkan budaya baca di sekolah sebagai lingkungan kedua peserta didik
setelah rumah. Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Literasi juga
mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga
bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa,
dan budaya (UNESCO, 2003). Oleh sebab itu, gerakan literasi sekolah dapat
menjadikan lingkungan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya
literat sepanjang hayat dengan pelibatan publik. Literasi lebih dari sekadar membaca dan
menulis, namun mencakup keterampilan
berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk
cetak, visual, digital, dan auditori.
Seperti dibahas sebelumnya, bahwa K-13 ini bertujuan untuk menyiapkan peserta didik dalam menghadapi abad 21 sehingga dibutuhkan 4 keterampilam : kritis dalam berfikir, kreatif, komunikatif dan
kolaboratif. Anak-anak
kita tidak akan berdaya saing bila di sekolah mereka tidak dilatih kecakapan
hidup abad 21, misalnya: untuk membuat perbandingan, membuat penilaian data,
berpikir kritis, membuat kesimpulan, memecahkan masalah dan menerapkan
pengetahuan mereka pada konteks kehidupan nyata serta pada situasi yang masih
asing. Hal yang bisa kita lakukan diantaranya dengan membiasakan anak didik
kita pada permasalahan atau soal yang HOTS (Higher
Other Thinking Skills). Soal ini memerlukan kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall),
menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite)
namun juga memproses dan menerapkan informasi, menggunakan informasi untuk
menyelesaikan masalah, dan menelaah ide dan informasi secara kritis. Tentu saja
ini diberikan secara bertahap dan terencana baik.
Namun sesungguhnya bagaimana pun bentuk
kurikulum yang digunakan itu kembali kepada kualitas atau kemmapuan guru untuk
meraciknya karena merekalah yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Adanya revisi kurikulum 2013 diharapkan mampu mengubah pembelajaran yang
berpusat pada guru supaya lebih mengaktifkan peserta didik. Tentu saja ini
adalah tanggung semua pihak termasuk pemerintah, stakeholder, masyarakat, pihak
sekolah dan keluarga yang tetap memegang peranan penting dalam melakukan
pendidikan yang utama dan pertama.
0 komentar:
Posting Komentar