I Am

Keseruan Mengasah Literasi di Yogyakarta




            Berawal dari mendapat pengumuman dari salah seorang dosen untuk mengikuti seleksi Bimbingan Teknis Instruktur Nasional Literasi Baca Tulis. Saat itu aku mengakui untuk tahun ini vakum dulu dari segala hal yang berbau diklat atau bimtek apapun itu (beneran ni…?). Tetapi ketika melihat salah satu syaratnya harus mengirimkan esai tentang literasi, ghirah untuk mengikuti bimtek itu malah semakin besar (teteppp…). Alasannya karena memang hal yang berbau literasi membuatku selalu semangat, ditambah passion dan tema yan selalu diangkat dalam setiap tulisanku memang hal tentang literasi. Buatku tidak ada hal yang sia-sia ketika menulis, hal yang rugi adalah justru saat kita tidak menjalankan dan menuliskan sesuatu yang menjadi buah pikiran dan pengalaman kita. Bukan hanya untuk sendiri tetapi lebih dari itu, siapa tahu bisa menginspirasi yang lain setidaknya untuk anak dan murid-muridku selain tentunya kita mencari Ridho Allah. Bukankah literasi itu wahyu Tuhan yang pertama? (Al-Alaq:1-5).
            Alhamdulillah tidak membutuhkan waktu lama untuk membuat esai tentang “Pentingya Kecakapan Literasi Baca-Tulis di Abad 21”. Setelah terkumpul bahan bacaan dan digabung dengan opiniku tentang tema tersebut, ditambah surat keterangan kepala sekolah/instansi, pengalaman berliterasi, foto buku, piagam serta sertifikat penghargaan mengikuti  diklat literasi serta daftar riwayat hidup, bismillah kupinang kau eh..kukirimkan juga berkas persyaratan itu ke Balai Bahasa Jabar. Tak lupa juga ku share pengumuman itu kepada grup pegiat literasi maupun komunitas Taman Bacaan di Tasikmalaya.
            Seminggu dari jadwal akhir pengiriman berkas persyaratan aku menerima kabar bahwa Balai Bahasa Jawa Barat telah memilih tiga orang yang akan mewakili mengikuti bimtek Instruktur Nasional Literasi. Mereka berasal dari pegiat literasi, guru dan pegawai balai bahasa. Tidak ada sedikit pun rasa kecewa karena buatku yang penting telah mencoba, toh semua tidak akan ada yang sia-sia.
Bergulirnya waktu dua minggu kemudian saat terbangun tengah malam ada pesan di kotak masuk e-mail dan whatsapp dari balai bahasa Jawa Barat yaitu Kang Syarif Hidayat. Pesannya berisi undangan untuk mengikuti Bimtek Fasilitator Literasi Baca Tulis Region Jawa yang akan diselenggarakan di Yogyakarta. Antara percaya dan tidak percaya tetapi apapun itu prinsipku jalani dulu, karena ini adalah bentuk skenario Allah untuk hamba-Nya. Bismillah segera kusiapkan semua dan tentunya meminta izin kepada suami dan kepala sekolah. Kebetulan di sekolah pun tidak ada kegiatan penting dan materi pelajaran di kelas sudah tuntas kuberikan. Setelah semua beres, segera kutitip tiket keberangkatan dan pulang pada seorang teman yang sama menjadi perwakilan Jawa Barat.
Perjalanan melalui kereta api selama kurang lebih lima jam menjadi tidak terasa dengan kenyamanan fasilitas yang diberikan P.T Kereta Api Indonesia. Sampai di Kota Gudeg disambut guyuran hujan ditambah kita tergesa-gesa karena memang sebenarnya hampir semua peserta Jawa Barat telat mengikuti pembukaan kegiatan. Mungkin karena buru-buru saat tiba di kamar hotel, saat memberikan tip buat helper baru tersadar kalau dompetku tidak ada. Antara panik, lelah, malu karena telat bercampur aduk. Tapi yang jelas aku harus segera registrasi ke panita dengan meminta tenggang waktu karena sebagian persyaratan registrasi ada di dompet. Sedang sampai detik terakhir belum ada berita keberadaan dompet merah tersebut.
Mengikuti pembukaan dan materi umum dari pihak Balai bahasa dengan konsentrasi yang entah kemana membuatku tidak fokus. Bagaimana tidak semua uang dan kartu-kartu penting ada di dompet itu. Belum lagi ini adalah kota orang. Tetapi aku yakin di dunia ini masih banyak orang jujur. Terakhir aku ingat, aku mengeluarkan uang di dompet di transportasi online, Ya! aku yakin pasti jatuh disana karena dari stasiun kami langsung menuju hotel Grand Inna Malioboro itu tidak kemana-mana lagi.
Dengan bantuan Ibu Hj. R. Yulia, beliau berkenan meminjamkan smartphonenya untuk segera mengkofirmasi ke pihak transportasi online. Dari riwayat perjalanan didapatlah nomor kontak pengemudi transportasi online itu. Ternyata itu adalah bukan nomor kontak pengemudi, tetapi ayah pengemudi transportasi online. Bapak itu berjanji akan segera menghubungi anaknya untuk mencarikan dompet yang kemungkinan besar tertinggal di mobilnya. Selang waktu 3 jam belum ada saja kabar dari pengemudi.
Menjalani kegiatan materi umum dan tes awal dengan perasaan galau sungguh tidak enak. Disela-sela istirahat kegiatan aku bolak-balik lobby menanyakan kalau-kalau ada yang mencariku dan menyerahkan dompet. Tapi ternyata masih belum ada kabar. Materi dari Ibu Yetti pun tentang Gerakan Literasi Sekolah kulewati dengan kosong.Akhirnya saat kegiatan hari pertama selesai sekitar pukul 22.15, satpam lobby memberi tahu bahwa ada anak muda (aku yakini itu adalah supir transportasi online), dia berpesan bahwa dompetku telah ditemukan dan memintaku untuk menunggunya sejam lagi. Alhamdulillah lega juga ditemani rekan sesama peserta Jawa Barat yakni Ibu Cucu yang berasal dari Subang, kami menunggu di lobby hotel.
Setelah menunggu pengemudi online yang ternyata masih mahasiswa itu menyerahkan dompet tersebut. Alhamdulillah isinya masih utuh. Dia berkata sebenarnya dari dua jam yang lalu dia menungguku, tetapi karena sedang mengikuti kegiatan jadi dia tidak berani menggangguku. Buatku yang penting dompet itu masih bisa kembali saja sudah bersyukur, dan tentunya berterima kasih pada pemuda itu yang telah mengembalikan dompetku. Akhirnya malam pertama di Yogyakarta bisa dilewati dengan tenang.
Hari kedua kegiatan diawali dengan materi Strategi Literasi Baca-Tulis dalam Pembelajaran  dari Instruktur Nasional pak Foy Aryo. Dengan prestasinya di bidang literasi pak Foy begitu gamblang berbagi pengalaman mengembangkan literasi terutama di sekolah. Kami juga diberi kesempatan untuk menyampikan strategi yang telah dilakukan di tempatnya masing-masing. Kami saling berbagi dan menginspirasi. Disana aku makin tersadarkan bahwa apa yang telah kulakukan ternyata belum seberapa. Di luar sana banyak guru dan pegiat lainnya yang telah mengabdikan hidupnya demi mewujudkan masyarakat literat. Quotes Pak Foy yang paling berkesan buatku adalah “Tulisan adalah penemuan terbesar dalam sejarah manusia. Menulis kemudian menjadi keterampilan yang sangat mewah bagi setiap orang.”


Selain materi strategi literasi, hari kedua dan ketiga kami juga mendapat materi tentang teknik menulis dan membaca dari Instruktur lainnya yaitu Ibu Aini dan Ibu Yetti yang sudah tidak diragukan kiprah dan prestasinya. Untuk materi membaca berbagai jenis teks, kita diajari macam-macam teknik seperti: membaca cepat, membaca intensif, membaca singkat, membaca nyaring, membaca indah, membaca berita, menceritakan kembali, membaca kamus, dsb. (Semua peserta tampil satu per satu ke depan secara acak).
Untuk menulis diawali dengan bagaimana mencari ide dan menulis kreatif. Dilanjutkan dengan materi meringkas, menulis ulang dan menonversi teks. Teknik yang diajarkan mulai dari menulis pantun, puisi, cerpen, dan esai sampai menyunting teks/naskah. Semua teknik itu langsung dipraktikkan dan selesai dengan waktu yang telah ditentukan dan khusus untuk menulis harus menggunakan tulisan tangan. (Yupss..pakai tangan sampai keriting hihi).
Khusus untuk hari keempat, kami yang berada di kelas mengikuti kegiatan praktik menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berbasis literasi. Satu per satu tampil kedepan dan mempraktikkan RPP-nya. Sedangkan untuk kelas B mempraktikkan rencana aksinya dalam berliterasi di komunitas dan tempatnya berkarya. Kegiatan sangat padat semua peserta meski sebagian tampak kelelahan, namun semua masih antusias mengikuti kegiatan dari malam ke malam lagi. Walaupun terkesan serius namun praktik berjalan santai dan dikemas menarik sehingga peserta tidak jenuh. Dari sini kami banyak belajar satu sama lain. Banyak sekali ide-ide kreatif khusunya mengemas pembelajaran berbasis literasi yang sangat bermanfaat dan dapat kami terapkan di sekolah masing-masing.
Hari terakhir kegiatan diisi dengan acara penutupan dari balai bahasa pusat dan balai bahasa Yogyakarta. Menurut Bapak Drs. Pardi, M. Hum, selaku pimpinan Balai Bahasa Yogyakarta, bahwa literasi bukanlah media yang terpenting adalah. Orang yang paling enak dipandang adalah orang yang selalu melakukan segala sesuatu dengan ikhlas. Puncak literasi adalah mampu mendidik manusia yang berhati nurani dan memiliki kepekaan. Pak Pardi juga menginstrusikan kepada seluruh peserta bimtek untuk segera berinisiatif merapat ke Balai Bahasa Provinsinya masing-masing untuk menindak lanjuti kegiatan ini. Untuk penutupan diwakili oleh Ibu Dr. Tengku Syarfina, M.Hum dari Badan Bahasa Pusat.
Setelah sesi foto-foto dan perpisahan kami pun pulang ke tempat masing-masing tentunya dengan membawa kenangan, ilmu, pengalaman dan terutama teman baru yang saling menginspirasi. Semua menjadi bekal untuk terus menggelorakan semangat literasi dimana pun. Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar yang istimewa ini akan selalu menjadi kenangan dengan membawa semangat berliterasi. Salam Literasi!



Hey there, I'm EMA!

Bagikan artikel ini!

Komentar

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar